PENGANTAR ILMU SEJARAH
By:
Mutmainnah
A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
SEJARAH
Sejarah berasal dari
bahasa Arab, yaitu syajaratun
(syajarah) yang artinya pohon kayu. Maksudnya pohon kayu tersebut adalah
suatu kejadian, peristiwa, perkembangan, atau pertumbuhan tentang suatu hal
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula para peneliti yang
menganggap bahwa pohon kayu bukan hanya berarti sejarah, tetapi juga bermakna
sebagai keluarga, asal-usul, atau silsilah, karena orang yang mempelajari
sejarah berkaitan dengan cerita, silsilah, riwayat, asal-usul tentang seseorang
atau kejadian (Sjamsuddin, 1996:2). Namun kata sejarah yang dipahami pada saat
ini berasal dari bahasa Inggris, yaitu history yang
berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu historia (istoria)
yang artinya belajar dengan cara bertanya-tanya. Kata historia sendiri
dapat diartikan sebagai telaah mengenai suatu gejala yang diurutkan secara
kronologis (Ismaun, 1996:4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah
adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu
(Supardan, 2011:287).
1. SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA
Sejarah sebagai
peristiwa adalah segala sesuatu yang terjadi di masyarakat pada masa lampau.
Namun hanya hal yang penting saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu
sejarah. Sejarah sebagai peristiwa sering juga disebut sebagai kenyataan yang
bersifat objektif (Ismaun, 1993:279). Artinya peristiwa tersebut benar-benar
terjadi dan didukung oleh sumber-sumber yang menguatkan, seperti saksi mata,
benda-benda peninggalan, atau pun catatan-catatan (Lucey, 1984:27). Selain itu
sejarah juga dapat diketahui dari sumber lisan, yang disampaikan dari mulut ke
mulut. Ada dua macam sejarah lisan, yaitu sejarah lisan, dan tradisi lisan.
Sejarah lisan, yaitu ingatan orang pertama yang dituturkan secara langsung
kepada sejarawan. Sedangkan tradisi lisan, yaitu narasi atau deskripsi dari
orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, yang disampaikan
dari mulut ke mulut selama beberapa generasi (Sjamsuddin, 1996:78).
Para ahli
mengelompokkan sejarah menjadi beberapa tema secara tematis, seperti sejarah
sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah
agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, dan sebagainya. Ada pula sejarah
berdasarkan periode waktu, contohnya di Indonesia seperti zaman pra-aksara,
zaman Hindu-Budha, zaman Islam, zaman kolonial, zaman pergerakan nasional,
zaman Jepang, zaman kemerdekaan, zaman Revolusi Fisik, Odrde Lama, Orde Baru,
dan zaman Reformasi. Selain itu ada pula sejarah berdasarkan unsur ruang, yaitu
pembagian sejarah berdasarkan regional atau kewilayahan, seperti sejarah Eropa,
sejarah Asia, sejarah Timur Tengah, sejarah Amerika Latin, sejarah Timur Jauh,
dan sebagainya (Supardan, 2011:288-289).
2. SEJARAH SEBAGAI ILMU
Menurut Bury, History is science,
no less, and no more. Sejarah adalah ilmu, tidak kurang, dan tidak lebih.
Namun penjelasan tersebut tidak memberikan suatu pengertian yang jelas.
(Tegarrt, 1960:56). Menurut Carr, History is a
continous process of interaction between the historian and his facts, and
unending dialogue between the present and the past. Sedangkan menurut
Collingwood, Every
historian would agree, I think that history is a kind of research of inquiry. Sejarah
merupakan riset, sejarah merupakan pemikiran, untuk membentuk pemikiran agar kita
dapat mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban dari
pertanyaan tersebut (Supardan, 2011:290).
Daniel dan Banks
mengemukakan pengertian sejarah dari segi materi sejarah yang disajikan dalam
objek penelitian. Daniel sendiri berpendapat bahwa sejarah adalah kenangan
pengalaman umat manusia. Sedangkan Banks berpendapat bahwa semua kejadian di
masa lalu adalah sejarah. Selanjutnya Banks menyatakan bahwa sejarah dapat
membantu para siswa memahami perilaku manusia pada masa lalu, dan sekarang
(Sjamsuddin, 1996:6). Pollard berpendapat bahwa, history ... is a both
a science and art, because it requires scientific analysis of materials and an
artistic synthesis of the result (Ismaun, 1993:282). Sejarah
dikategorikan sebagai ilmu karena dalam sejarah pun memiliki batang tubuh
keilmuan, metodologi yang spesifik. Sejarah pun memiliki struktur keilmuan
tersendiri, baik dalam fakta, konsep, maupun generalisasinya (Sjamsuddin,
1996:7-19).
Sartono Kartodirjo,
menyatakan bahwa sejarah dapat dilihat dari arti subjektif dan objektif.
Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, yaitu suatu bangunan yang
disusun oleh subjek/ sejarawan/ penulis sebagai suatu uraian atau cerita
(Kartodirjo, 1992:14-15). Oleh karena itu, sejarah dalam arti subjektif tidak
terlepas dari pengaruh subjektif/penulis. Sedangkan sejarah dalam arti objektif
menunjuk kepada suatu kejadian atau peristiwa yang menjadi proses
aktualisasinya. Kemudian beliau menegaskan bahwa sejarah dapat didefinisikan
sebagai suatu bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau
(Kartodirjo, 1992:59).
3. SEJARAH SEBAGAI CERITA
Sejarah merupakan
hasil rekontruksi sejarawan terhadap sejarah sebagai sebuah peristiwa yang
berdasarkan pada fakta-fakta sejarah yang dimilikinya, yang didalamnya terdapat
pula beberapa penafsiran dari penulis atau sejarawan terhadap makna suatu
peristiwa. Sejarah sebagai cerita merupakan suatu karya yang dipengaruhi oleh
sifat subjektif penulis/ sejarawan. Artinya, si penulis/ sejarawan sebagai
subjek ikut serta mempengaruhi suatu cerita sesuai dengan selera subjek
(Kartodirjo, 1992:62). Sejarah dapat disimpulkan sebagai hasil rekontruksi
intelektual dan imajinatif sejarawan tentang apa yang telah dipikirkan,
dirasakan, atau yang telah dilakukan oleh manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok berdasarkan atas rekaman lisan, tertulis, atau peninggalan sebagai
tanda kehadirannya di sebauh tempat (Supardan, 2011:293).
B. METODE DAN ILMU BANTU SEJARAH
Sepintas, tampak
begitu mudah untuk mengadakan penelitian sejarah, namun dalam pelaksanaannya
tidak semudah yang kita bayangkan. Menurut Ismaun (1993:125-131) metode sejarah
meliputi heuristik (pengumpulan sumber), kritik atau analisis sumber (eksternal
dan internal), interprestasi, dan historiografi (penulisan sejarah). Dalam
melakukan penelitian dan penulisan sejarah dituntut untuk memeiliki
keterampilan-keterampilan khusus. Menurut Sjamsuddin (1996:68-69) ada
tujuh kriteria untuk menjadi seorang sejarawan, yaitu:
1.
Kemampuan praktis dalam mengartikulasi
dan mengekspresikan pengetahuannya secara menarik, baik lisan maupun tertulis.
2.
Kecakapan
membaca dan/ atau berbicara dalam satu atau dua bahasa asing atau daerah.
3.
Menguasai
satu atau lebih disiplin kedua, terutama ilmu-ilmu sosial lain, seperti
antropologi, sosoiologi, politik, ekonomi, humaniora.
4.
Kelengkapan
dalam penggunaan pemahaman (insight) psikologi, kemampuan imajinasi, dan
empati.
5.
Kemampuan
membedakan antara profesi sejarah dan sekedar hobi antikuarian, yaitu
pengumpulan benda-benda antik.
6.
Pendidikan
yang luas selama hidup sejak dari masa kecil.
7.
Dedikasi
pada profesi dan integritas pribadi, baik sebagai seorang sejarawan peneliti
maupun sejarawan pendidik.
Kemudian
Gray (1964:9) mengemukakan bahwa sejarawan minimal harus memiliki enam tahap
dalam penelitian sejarah, yaitu:
1.
Memiliki
sebuah topik yang sesuai.
2.
Mengusut
semua evidensi atau bukti yang relevan dengan topik.
3.
Membuat
catatan-catatan penting tentang topik yang ditemukan.
4.
Mengevaluasii
secara kritis semua sumber yang telah ditemukan
5.
Mengusut
hasil-hasil penelitian dengan mengumpulkan catatan fakta-fakta secara
sistematis.
6.
Menyajikannya
dalam suatu cara yang menarik serta mengomunikasikannya kepada para pembaca
dengan cara yang menarik (Supardan, 2011:307).
Ilmu
bantu yang dapat digunakan dalma penelitian sejarah, yaitu:
1.
Paleontologi,
ilmu tentang
bentuk-bentuk kehidupan purba, terutama fosil.
2.
Arkeologi,
kajian ilmiah
mengenai budaya.
3.
Paleoantropologi,
ilmu tentang
manusia-manusia purba atau antropologi ragawi.
4.
Paleografi,
kajian tentang
tulisan-tulisan kuno, termasuk ilmu membaca dan penentuan waktu/ tanggal/
tahun.
5.
Epigrafi,
pengetahuan
tentang cara membaca, menentukan waktu, serta menganalisis tulisan kuno.
6.
Ikonografi,
arca atau
patung kuno.
7.
Numismatik,
ilmu tentang
mata uang, asal usul, teknik pembuatan, dan mitologi.
8.
Ilmu
keramik, kajian
tentang barang-barang tembikar dan porselin.
9.
Genealogi,
pengetahuan
tentang asal-usul nenek moyang.
10. Filologi, ilmu tentang naskah-naskah kuno.
11.
Bahasa,
pengetahuan tentang beberapa bahasa.
12. Statistik, presentasi analisis dan interprestasi
angka-angka, terutama dalam quantohistory atau
cliometry.
13. Etnografi, kajian bagian antropologi
tentang deskripsi dan analisis kebudayaan suatu masyarakat (Supardan,
2011:308).
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN SEJARAH
Polybius (198-117 SM) berpendapat
bahwa sejarah adalah philosophy teaching
by example. Beliau juga mengemukakan bahwa semua orang memiliki dua cara
untuk menjadi baik, yaitu berasal dari pengalaman dirinya sendiri dan berasal
dari pengalaman orang lain. Menurut Cicero (106-43 SM) seorang sejarawan
subjektif praktis, sejarah berfungsi sejarah didaktik. Sejarah adalah guru
kehidupan, hukum pertama dalam sejarah ialah takut mengatakan kebohongan, hukum
berikutnya tidak takut mengatakan kebenaran. Sedangkan menurut Tacitus (155-120
SM) seorang sejarawan moralis, sejarah adalah untuk menjamin bahwa perbuatan
jahat harus diperlihatkan untuk dikutuk oleh generasi kemudian. Selain itu,
baginya sejarah sebagai suatu pengajaran bagi masa sekarang dan suatu
peringatan bagi masa yang akan datang (Conkin dan Stomberg, 1971:15).
Notosusanto (1979:4-10) mengidentifikasikan ada empat jenis kegunaan sejarah,
yaitu:
1.
Fungsi
deduktif, artinya sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun
kearifan.
2.
Fungsi
Inspiratif, artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan sebuah
inspirasi atau ilham.
3.
Fungsi
Instruktif, artinya dengan belajar sejarah dapat berperan dalam proses
pembelajaran pada salah satu kejuruan atau keterampilan tertentu, seperti
navigasi, jurnalistik, dan sebagainya.
4.
Fungsi
Rekreasi, artinya dengan belajar sejarah dapat memberikan rasa kesenangan
maupun keindahan (Supardan, 2011: 309-310).
DAFTAR
PUSTAKA
Ismaun. 1993. Modul Ilmu
Pengetahuan Sosial 9: Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kartodirjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu
Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Sjamsuddin, Helius. 1996. Metodologi Sejarah. Jakarta:
Depdikbud. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Supardan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu
Sosisal Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.