Rabu, 22 April 2015

Pengantar Pembelajaran Berbasis IT



PENGANTAR ILMU SEJARAH
By: Mutmainnah

A.  PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SEJARAH
Sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun (syajarah) yang artinya pohon kayu. Maksudnya pohon kayu tersebut adalah suatu kejadian, peristiwa, perkembangan, atau pertumbuhan tentang suatu hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula para peneliti yang menganggap bahwa pohon kayu bukan hanya berarti sejarah, tetapi juga bermakna sebagai keluarga, asal-usul, atau silsilah, karena orang yang mempelajari sejarah berkaitan dengan cerita, silsilah, riwayat, asal-usul tentang seseorang atau kejadian (Sjamsuddin, 1996:2). Namun kata sejarah yang dipahami pada saat ini berasal dari bahasa Inggris, yaitu history yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu historia (istoria) yang artinya belajar dengan cara bertanya-tanya. Kata historia sendiri dapat diartikan sebagai telaah mengenai suatu gejala yang diurutkan secara kronologis (Ismaun, 1996:4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu (Supardan, 2011:287).

1.   SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA
Sejarah sebagai peristiwa adalah segala sesuatu yang terjadi di masyarakat pada masa lampau. Namun hanya hal yang penting saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu sejarah. Sejarah sebagai peristiwa sering juga disebut sebagai kenyataan yang bersifat objektif (Ismaun, 1993:279). Artinya peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh sumber-sumber yang menguatkan, seperti saksi mata, benda-benda peninggalan, atau pun catatan-catatan (Lucey, 1984:27). Selain itu sejarah juga dapat diketahui dari sumber lisan, yang disampaikan dari mulut ke mulut. Ada dua macam sejarah lisan, yaitu sejarah lisan, dan tradisi lisan. Sejarah lisan, yaitu ingatan orang pertama yang dituturkan secara langsung kepada sejarawan. Sedangkan tradisi lisan, yaitu narasi atau deskripsi dari orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, yang disampaikan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi (Sjamsuddin, 1996:78).
Para ahli mengelompokkan sejarah menjadi beberapa tema secara tematis, seperti sejarah sosial, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, dan sebagainya. Ada pula sejarah berdasarkan periode waktu, contohnya di Indonesia seperti zaman pra-aksara, zaman Hindu-Budha, zaman Islam, zaman kolonial, zaman pergerakan nasional, zaman Jepang, zaman kemerdekaan, zaman Revolusi Fisik, Odrde Lama, Orde Baru, dan zaman Reformasi. Selain itu ada pula sejarah berdasarkan unsur ruang, yaitu pembagian sejarah berdasarkan regional atau kewilayahan, seperti sejarah Eropa, sejarah Asia, sejarah Timur Tengah, sejarah Amerika Latin, sejarah Timur Jauh, dan sebagainya (Supardan, 2011:288-289).

2.  SEJARAH SEBAGAI ILMU
Menurut Bury, History is science, no less, and no more. Sejarah adalah ilmu, tidak kurang, dan tidak lebih. Namun penjelasan tersebut tidak memberikan suatu pengertian yang jelas. (Tegarrt, 1960:56). Menurut Carr, History is a continous process of interaction between the historian and his facts, and unending dialogue between the present and the past. Sedangkan menurut Collingwood, Every historian would agree, I think that history is a kind of research of inquiry. Sejarah merupakan riset, sejarah merupakan pemikiran, untuk membentuk pemikiran agar kita dapat mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut (Supardan, 2011:290).
Daniel dan Banks mengemukakan pengertian sejarah dari segi materi sejarah yang disajikan dalam objek penelitian. Daniel sendiri berpendapat bahwa sejarah adalah kenangan pengalaman umat manusia. Sedangkan Banks berpendapat bahwa semua kejadian di masa lalu adalah sejarah. Selanjutnya Banks menyatakan bahwa sejarah dapat membantu para siswa memahami perilaku manusia pada masa lalu, dan sekarang (Sjamsuddin, 1996:6). Pollard berpendapat bahwa, history ... is a both a science and art, because it requires scientific analysis of materials and an artistic synthesis of the result (Ismaun, 1993:282). Sejarah dikategorikan sebagai ilmu karena dalam sejarah pun memiliki batang tubuh keilmuan, metodologi yang spesifik. Sejarah pun memiliki struktur keilmuan tersendiri, baik dalam fakta, konsep, maupun generalisasinya (Sjamsuddin, 1996:7-19).
Sartono Kartodirjo, menyatakan bahwa sejarah dapat dilihat dari arti subjektif dan objektif. Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, yaitu suatu bangunan yang disusun oleh subjek/ sejarawan/ penulis sebagai suatu uraian atau cerita (Kartodirjo, 1992:14-15). Oleh karena itu, sejarah dalam arti subjektif tidak terlepas dari pengaruh subjektif/penulis. Sedangkan sejarah dalam arti objektif menunjuk kepada suatu kejadian atau peristiwa yang menjadi proses aktualisasinya. Kemudian beliau menegaskan bahwa sejarah dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau (Kartodirjo, 1992:59).

3.  SEJARAH SEBAGAI CERITA
Sejarah merupakan hasil rekontruksi sejarawan terhadap sejarah sebagai sebuah peristiwa yang berdasarkan pada fakta-fakta sejarah yang dimilikinya, yang didalamnya terdapat pula beberapa penafsiran dari penulis atau sejarawan terhadap makna suatu peristiwa. Sejarah sebagai cerita merupakan suatu karya yang dipengaruhi oleh sifat subjektif penulis/ sejarawan. Artinya, si penulis/ sejarawan sebagai subjek ikut serta mempengaruhi suatu cerita sesuai dengan selera subjek (Kartodirjo, 1992:62). Sejarah dapat disimpulkan sebagai hasil rekontruksi intelektual dan imajinatif sejarawan tentang apa yang telah dipikirkan, dirasakan, atau yang telah dilakukan oleh manusia, baik sebagai individu maupun kelompok berdasarkan atas rekaman lisan, tertulis, atau peninggalan sebagai tanda kehadirannya di sebauh tempat (Supardan, 2011:293).

B.  METODE DAN ILMU BANTU SEJARAH
Sepintas, tampak begitu mudah untuk mengadakan penelitian sejarah, namun dalam pelaksanaannya tidak semudah yang kita bayangkan. Menurut Ismaun (1993:125-131) metode sejarah meliputi heuristik (pengumpulan sumber), kritik atau analisis sumber (eksternal dan internal), interprestasi, dan historiografi (penulisan sejarah). Dalam melakukan penelitian dan penulisan sejarah dituntut untuk memeiliki keterampilan-keterampilan khusus.  Menurut Sjamsuddin (1996:68-69) ada tujuh kriteria untuk menjadi seorang sejarawan, yaitu:
1.     Kemampuan praktis dalam mengartikulasi dan mengekspresikan pengetahuannya secara menarik, baik lisan maupun tertulis.
2.    Kecakapan membaca dan/ atau berbicara dalam satu atau dua bahasa asing atau daerah.
3.    Menguasai satu atau lebih disiplin kedua, terutama ilmu-ilmu sosial lain, seperti antropologi, sosoiologi, politik, ekonomi, humaniora.
4.    Kelengkapan dalam penggunaan pemahaman (insight) psikologi, kemampuan imajinasi, dan empati.
5.    Kemampuan membedakan antara profesi sejarah dan sekedar hobi antikuarian, yaitu pengumpulan benda-benda antik.
6.    Pendidikan yang luas selama hidup sejak dari masa kecil.
7.    Dedikasi pada profesi dan integritas pribadi, baik sebagai seorang sejarawan peneliti maupun sejarawan pendidik.
Kemudian Gray (1964:9) mengemukakan bahwa sejarawan minimal harus memiliki enam tahap dalam penelitian sejarah, yaitu:
1.     Memiliki sebuah topik yang sesuai.
2.    Mengusut semua evidensi atau bukti yang relevan dengan topik.
3.    Membuat catatan-catatan penting tentang topik yang ditemukan.
4.    Mengevaluasii secara kritis semua sumber yang telah ditemukan
5.    Mengusut hasil-hasil penelitian dengan mengumpulkan catatan fakta-fakta secara sistematis.
6.    Menyajikannya dalam suatu cara yang menarik serta mengomunikasikannya kepada para pembaca dengan cara yang menarik (Supardan, 2011:307).
Ilmu bantu yang dapat digunakan dalma penelitian sejarah, yaitu:
1.     Paleontologi, ilmu tentang bentuk-bentuk kehidupan purba, terutama fosil.
2.    Arkeologi, kajian ilmiah mengenai budaya.
3.    Paleoantropologi, ilmu tentang manusia-manusia purba atau antropologi ragawi.
4.    Paleografi, kajian tentang tulisan-tulisan kuno, termasuk ilmu membaca dan penentuan waktu/ tanggal/ tahun.
5.    Epigrafi, pengetahuan tentang cara membaca, menentukan waktu, serta menganalisis tulisan kuno.
6.    Ikonografi, arca atau patung kuno.
7.    Numismatik, ilmu tentang mata uang, asal usul, teknik pembuatan, dan mitologi.
8.    Ilmu keramik, kajian tentang barang-barang tembikar dan porselin.
9.    Genealogi, pengetahuan tentang asal-usul nenek moyang.
10.  Filologi, ilmu tentang naskah-naskah kuno.
11.   Bahasa, pengetahuan tentang beberapa bahasa.
12.  Statistik, presentasi analisis dan interprestasi angka-angka, terutama dalam quantohistory  atau cliometry.
13.  Etnografi, kajian bagian antropologi tentang deskripsi dan analisis kebudayaan suatu masyarakat (Supardan, 2011:308).

C.  TUJUAN DAN KEGUNAAN SEJARAH
Polybius (198-117 SM) berpendapat bahwa sejarah adalah philosophy teaching by example. Beliau juga mengemukakan bahwa semua orang memiliki dua cara untuk menjadi baik, yaitu berasal dari pengalaman dirinya sendiri dan berasal dari pengalaman orang lain. Menurut Cicero (106-43 SM) seorang sejarawan subjektif praktis, sejarah berfungsi sejarah didaktik. Sejarah adalah guru kehidupan, hukum pertama dalam sejarah ialah takut mengatakan kebohongan, hukum berikutnya tidak takut mengatakan kebenaran. Sedangkan menurut Tacitus (155-120 SM) seorang sejarawan moralis, sejarah adalah untuk menjamin bahwa perbuatan jahat harus diperlihatkan untuk dikutuk oleh generasi kemudian. Selain itu, baginya sejarah sebagai suatu pengajaran bagi masa sekarang dan suatu peringatan bagi masa yang akan datang (Conkin dan Stomberg, 1971:15). Notosusanto (1979:4-10) mengidentifikasikan ada empat jenis kegunaan sejarah, yaitu:
1.     Fungsi deduktif, artinya sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun kearifan.
2.    Fungsi Inspiratif, artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan sebuah inspirasi atau ilham.
3.    Fungsi Instruktif, artinya dengan belajar sejarah dapat berperan dalam proses pembelajaran pada salah satu kejuruan atau keterampilan tertentu, seperti navigasi, jurnalistik, dan sebagainya.
4.    Fungsi Rekreasi, artinya dengan belajar sejarah dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan (Supardan, 2011: 309-310).

DAFTAR PUSTAKA
Ismaun. 1993. Modul Ilmu Pengetahuan Sosial 9: Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kartodirjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Sjamsuddin, Helius. 1996. Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Supardan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosisal Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.